MEDAN - Beredar pemberitaan dibeberapa media online yang menyatakan bahwa pada Sabtu (5/8/2023) sekitar pukul 14.00 WIB puluhan anggota TNI mendatangi Mako Polrestabes Medan di Jalan HM. Said, Kota Medan, Sumatera Utara.
Menanggapi pemberitaan yang dianggap sepihak, Penasehat Hukum Kodam I BB angkat bicara dan memberikan klarifikasi.
Menurut Mayor Hasibuan, kedatangannya ke Polrestabes Medan bukanlah di luar prosedural, namun dalam rangka silaturahmi dan juga dalam rangka penegakan proses hukum yang sesuai dengan perundang - undangan.
"Kedatangan kami sudah prosedural, kami sudah mengirim surat permohonan penangguhan atas nama RH secara resmi kepada Kasat Reskrim Polrestabes Medan, namun jawaban yang kami terima hanya lewat pesan whatsapp saja, ini kan sudah tidak etis, " Ujar Mayor Hasibuan.
"Kami merasa prosedur hukum yang dijalankan oleh Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Fathir Mustafa tidak sesuai KUHAPidana yang ada di Negara kita, " Cetusnya.
"Terlapor utama atas nama Profesor PGR bisa di tangguhkan, lalu saudara RH yang dikatakan terlapor hasil pengembangan tidak diterima penangguhannya, ada apa ?, " Tanyanya.
Mayor Hasibuan menjelaskan kedatangan mereka hanya ingin memohon RH ditangguhkan.
"Kami juga paham hukum, kedatangan kami bukan mau mengintervensi kasus yang berjalan ataupun memberhentikan, kami hanya mau mengajukan permohonan penangguhan saudara RH, hanya itu, " Tegasnya.
Dalam perkara ini, Mayor Hasibuan menganggap ada kesalahan prosedural, dan Kasat Reskrim sudah meminta maaf.
"Tadi Kompol Fathir juga sudah meminta maaf ke kita terkait kesalahan prosedur hukum yang mereka lakukan, banyak juga yang menyaksikan, " Ujarnya.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Sebelumnya, kasus ini berawal dari jual beli tanah di Desa Sampali oleh saudara HB dan Prof PGR dan saudara RH hanya seorang mediator.
"Kejadian berawal pada Tahun 2019, ketika itu saudara HB meminta saya untuk mencarikan pemodal yang bisa membeli sebuah lahan di Desa Sampali, " Terang RH.
"Nah, saya yang sifatnya hanya seorang mediator, saya carikanlah pembeli lahan tersebut, dan dapatlah Prof PGR, " Sambungnya.
RH menjelaskan bahwa setelah tim dari Prof PGR datang mensurvei lokasi tanah yang akan di beli kepada saudara HB, lalu Tim Prof PGR mengantarkan uang tersebut kepada HB.
"Jadi, setelah disurvei oleh tim Prof PGR yang bernama WRS (saat ini telah Almarhum), lalu HB menerima uang sebesar Rp 80 juta rupiah yang di berikan WRS kepada HB, " Jelas RH.
"HB juga memberikan surat alas hak tanah yang ia jual kepada Prof PGR melalui WRS, jadi saya tidak ikut dalam proses jual beli tersebut, saya hanya memediatori saja, " pungkas RH.
" Ntah atas dasar apa saya malah dilaporkan dengan tuduhan turut serta memalsukan tanda tangan saudara SA yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Desa Sampali, " Ucap RH dengan nada heran.
RH menyebut bahwa yang mengeluarkan surat adalah saudara HB, Namun RH difitnah dengan tuduhan memalsukan tanda tangan.
"Yang mengeluarkan surat saudara HB, lantas kenapa saya yang dituduh turut memalsukan surat tanda tangan SA, " Jelasnya.
Menurut RH, setelah dirinya dilaporkan ke Polrestabes Medan, HB melarikan diri.
"Saya berharap Kasat Reskrim Polrestabes Medan jeli dalam mempelajari kasus ini, kenapa saudara HB kabur saat ini, berartikan ada yang salah dengan dia, " Tutupnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Fathir Mustafa saat dikonfirmasi belum memberikan keterangan resminya.